Selasa, 10 Januari 2012

Kenapa Ada Korupsi?

Korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Tindakan pidana korupsi merupakan suatu penyakit social, karena korupsi ini sangat merugikan masyarakat dan Negara sebagai penyakit social. Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat, dan di dalam kehdupan yang berkelompok inilah gejala social yang dikenal dengan korupsi tumbuh dan hidup, kadang-kadang dengan suburnya dan adakanya hilang dipermukaan sehari-hari. Sebagai sejala social, korupsi merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memiliki kaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia seperti politik, ekonomi, budaya, dan lain sebaginya.
Indonesia sebagai Negara berkembang merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat korupsi tertinggi. Korupsi di Indonesia ini ibarat penyakit social yang menyebar keseluruh lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Mulai dari aparat desa hingga pemerintahan pun terinfeksi virus korupsi. Penyebarannya sangat cepat dan kadang tak menunjukkan gejala.  Cita-cita gerakan reformasi akan adanya suatu pemerintah yang bersih (good government) dari korupsi untuk mewujudka pemerintah yang efisien, terbuka, dan tanggung jawab kepada rakyat , di dorong oleh semakin menguatnya  tuntutan demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia, serta partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik.

Kenyataan di dalam kehidupan sehari-hari, keperluan ini bersentuhan dengan rasa keadilan social, hukum, ekonomi, dan politik. Korupsi hanya menguntungkan segelintir orang kaya, pengusaha, tetapi akibatnya harus dipikul oleh seluruh rakyat. Akibat korupsi, rakyat harus membayar mahal untuk pelayanan politik yang buruk. Karena korups, terjadi ketidakadilan pengelolaan sumber daya alamdan pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi, diskriminasi  hukum, demokrasi yang tertunda, serta kehancuran moral.
Saat ini sudah terbangun mitos di dalam masyarakat bahwa korupsi hamper mustahil dapat dibasmi, karena ada anggapan bahwa korupsi telah menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Mungkin hal ini ada benarnya. Akan tetapi, kenyataan ini mungkin sengaja terus-menerus dipupuk dan dihidupkan oleh mereka yang menginginkan jabatan. Kalau memang korupsi itu sebuah kebudayaan, lalu apa betul semua orang memiliki kesempatan untuk korupsi? Korupsi itu sesungguhnya soal kekuasaan dan kesempatan. Hanya orang yang memiliki kekuasaan seperti raja, presiden, gunernur, dan seterusnya yang memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi, sehingga dapat dikatakan bahwa korupsi tidak untuk semua orang. Oleh karena itu korupsi merupakan bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan menimbulkan kerugian umum.
Korupsi tumbuh subur selama rezimOrde Baru berkuas karena dimungkinkan oleh adanya sentralisasi kekuasaan ekonomi dan politik  di tangan pemerintah yang begitu besar tanpa adanya akuntabilitas. Kekuasaan yang dimiliki Soeharto begitu absolute, lepas dari kendali social. Checks and balances dalam sistem politik menjadi macet. Sebab lembaga legislatife dan yudikatif disubordinasi oleh kekuasaan, dan kekuatan control dari kalangan civil society roboh karena mengalami proses regimentasi yang hebat. Bagaimana akan terjadi power of sharing kalau menteri, ketua DPR, BPK, MA, dan Jaksa Agung dipilih oleh Presiden.
Struktur pemerintah yang sentralisasi memberi banyak peluang bagi kemungkinan terjadinya pungutan dan suap-menyuap di setiap tingkatan birokrasi. Prakitk korupsi dalam bentuk pungutan-pungutan terhadap masyarakat oleh pegawai negeri sipil dibiarkan berlangsung. Hal ini bukan semata-mata untuk mencukupi gaji mereka yang kecil, tetapi sekaligus untuk mentoleransi praktik korupsi ditingkat atas. Kalau tidak begitum bisa-bisa roda pemerintahan bakal terganggu oleh pembangkangan bawahan.
Sumber:
Pope, Jeremy. 2007. Strategi Memberantas Korupsi.Jakarta:Transparancy Internasional Indonesia.
Zainudin Ali. 2006. Sosiologi Hukum.Jakarta: Sinar Grafika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar