Kamis, 17 November 2011

KONSEP DAN DEFINISI SOSIOLOGI

Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dalam proses pertumbuhan dapat dibedakan dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan lani sperti Ilmu Ekonomi, Sejarah, Hukum, Antropologi Ilmu Kejiwaan dan lain sebagainya; akan tetapi secara kenyataan dalam praktek  kehidupan masyarakat dari semua ilmu-ilmu kemasayrakatan (social) tidak dapat dipisahkan.

PERAN ORANG TUA TERHADAP TUMBUH KEMBANG ANAK

Saat ini konsumsi terhadap jajanan ringan atau biasa dikenal dengan junk food (makanan sampah) sudah merajalela. Mulai dari anak yang perekonomian orang tuanya rendah sampai yang berpenghasilan tinggi. Kebanyakan junk food dikonsumsi oleh anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Seperti di daerah Tompobolu-Sulawesi Selatan, di mana kebanyakan anak-anak berusia di atas empat tahun mengkonsumsi junk food seperti makanan ringan yang berbentuk jajanan kerupuk yang mengandung bahan-bahan yang tidak sehat. Memang pada dasarnya jajan kerupuk tersebut dikemas dalam tampilan yang menarik, tinggal santap, murah meriah, dan yang paling menggoda anak adalah jajanan tersebut berhadiah.Padahal dalam jajan kerupuk tersebut mengandung  bahan-bahan seperti pemanis buatan, Borax, Wantex, Monosodium Glutamat (penyedap rasa ajinomoto yang dapat menyebabkan kanker).
Ironisnya jajanan kerupuk tersebut dikonsumsi tidak hanya sekali tetapi mampu berkali-kali setiap harinya. Seperti Iqbal anak yang berusia 5 tahun yang sering mengkonsumsi jajanan kerupuk 2-3 kali sehari sehingga dia tidak pernah makan nasi. Begitu juga dengan teman-teman Iqbal yang berusia hampir seumuran, mereka gemar sekali mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak sehat. Kita tahu bahwa anak pada usia 4 tahun ke atas masih dalam masa pertumbuhan. Padahal jajanan kerupuk tersebut jika dikonsumsi secara berlebihan apalagi pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dapat menggangu kesehatan mereka seperti obesitas atau kegemukan, gula, dan darah tinggi. Meskipun telah banyak aparat desa seperti Kades, pemuka agama yang telah memperingatkan kepada masyarakat untuk mengawasi anak-anaknya untuk tidak mengkonsumsi jajanan kerupuk, tetapi hal tersebut tidak diindahkan oleh anak-anak di daerah Tompo Bolu. Para orang tua merekapun juga telah memperingatkan kepada anak-anak mereka untuk tidak sering mengkonsumsi jajanan kerupuk, tetepi mereka tetap saja bandel. Sementara itu ibu-ibu di derah Tompo Bulu memiliki keahlian dalam membuat makanan yang bervariasi, enak, dan bahkan lebih sehat. Namun mereka tetap saja lebih suka mengkonsumsi jajanan kerupuk yang tidak sehat tersebut. Krupuk yang dikemas dengan berbagai merek tersebut padahal tidak menyebabkan kenyang, hanya memberikan rasa kepuasan sesaat yang dapat menyebabkan ketagihan. Mungkin tidak hanya anak-anak di desa Tompo Bolu yang sering mengkonsumsi jajanan kerupuk tersebut, tetapi juga anak-anak di daerah lain. Lantas siapa yang patut disalahkan atas semua ini? Apakah orang tua yang kurang mampu mensosiasisasikan dan mencegah kebiasaaan anak-anak mereka yang buruk, atau peran aparat yang kurang tegas dalam menangani kasus ini? Ataukah anak-anak yang memang masih dalam masa pertumbuhan yang masih bandel dan masih labil?
Rasanya kita tidak perlu mencari siapa yang salah, hanya koreksi dirilah yang mampu menyelesaikan semua ini dan kerjasama antara berbagai pihak yang terkait seperti orang tua, aparat desa, dan anak itu sendiri. Karena kita tahu bahwa anak usia sekolah adalah investasi bangsa, mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis, dan berkesinambungan. Tumbuh berkembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian  nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan secara sempurna. Sering timbul masalah utama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini menyebabkan gangguan pada banyak organ-organ pada sistem tubuh anak.
Seperti kekurangan gizi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi kalori, protein, dan vitamin dalam makanan sehari-hari yang kebanyakan diderita oleh anak-anak. Kekurangan gizi ini disebabkan karena kekurangan makanan, ketidak tahuan akan makanan sehat dan bergizi serta penyakit. Masalah  konsumsi jajanan tidak sehat pada anak-anak ini disebabkan karena daya beli masyarakat yang semakin merosot, selain itu ketidak tahuan orang tua tentang merawat anak.
Dalam hal ini orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menjaga kesehatan anak, untuk itu orang tua dituntut untuk mempunyai pengetahauan lebih menganai kesehatan buah hatinya. Selain itu peran pemerintah bersama dengan penyuluh kesehatan anak juga diharapkan peran strategisnya dalam membentuk pola pikir sehat orang tua dalam bidang kesehatan anak. Namun saat ini minimnya pengetahuan orang tua terhadap cara pengembangan pertumbuhan anak yang tepat menyebabkan angka penyakit anak kian memprihatinkan. Selain itu pembentukan kepribadian anak tidak akan terlepas dari pengaruh pola asuh orang tua. Secara tidak langsung kondisi keluarga mempengaruhi perkembangan anak. Melalui pola asuh, orang tua mencoba membentuk anak-anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkugan social yang diikuti. Dalam membentuk kepribadian anak-anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, maka upaya yang dilakukan melalui penanaman disiplin. Disiplin sebagai unsure pendidikan bagi anak agar tingkahlaku anak mengarah kepada perikau yang tertib. Menurut Hurlock, E.B, keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Masalah yang paling penting saat ini adalah bagaimana peran orang tua khususnya ibu sebagai ibu rumah tangga dalam menjaga kesehatan anak-anaknya. Karena kita tahu bahwa saat ini ibu-ibu  di desa Tompo Bolu memiliki keahlian khusus dalam mengolah makanan yang lebih enak, bergizi dari pada jajanan kerupuk yang sering di jual di warung-warung dekat rumah maupun di sekolahan. Para ibu di desa Tompo Bolu juga memiliki waktu yang luang untuk membuatkan makanan yang bergizi, namun anak-anak di desa Tompo Bolu malah lebih senang jajanan kerupuk. Hal ini disebabkan karena kurangnya peran orang tua dalam mensosialisasikan hal tersebut. Para ibu hanya menegur anak-anaknya secara sesat dan kurang tegas, sehingga anak-anak sering mengindahkan pesan dari orang tua mereka. Sebagai orang tua seharusnya mereka harus memperhatikan kesehatan anak-anaknya secara lebih ketat dan tegas, karena bagaimanapun anak-anak adalah asset bangsa.
Saat ini hal yang dibutuhkan adalah bagaimana peran orang tua dalam mengendalikan anak-anaknya. Masalah ini timbul pada waktu anak mencapai usia dua tahun, dan selanjutnya. Hal ini disebabkan, oleh karena kepatuhan yang sesungguhnya dari anak, tidak akan mungkin terjadi sebelum usia anak adalah satu tahun. Setelah usia tersebut anak, si anak semakin mengenal keadaan sekitarnya dan aktivitasnya akan meningkat. Hal ini berakibat bahwa aktivitas si anak harus diarahkan ke tujuan yang baik dengan akibat yang baik pula, seperti tidak boleh jajan sembarangan seperti junk food karena jajanan tersebut tidak baik untuk masa pertumbuhan mereka. Maka peranan orang tua khususnya ibu dalam mengendalikan anaknya harus lebih tegas lagi.
Pengendalian social sendiri merupakan bagian dari proses sosialisasi. Sosialisasi merupakan proses di mana warga masyarakat didik untuk mengenal, memahami, mentaati, dan menghargai norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini perlu disadari bahwa cara dalam pengendalian tidak semata-mata terdiri dari paksaan, hukuman, dan seterusnya. Metode pengendalian mencakup segala cara yang bertujuan untuk mengubah proses perilaku anak tersebut. Cara-cara tersebut dapat dilakukan secara bervariasi, yaitu pengendalian secara verbal dan non-verbal. Perbedaan tersebut didasarkan pada cara-cara ibu melaksanakan pengendalian terhadap anaknya. Artinya pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa (verbal) atau tidak menggunakan bahasa (non-verbal).
Pengendalian secara verbal ini mempunyai tujuan agar anak memperhatikan sesuatu dan melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian yang lebih kepada anak, hal ini dapat dilakuakn dengan cara pengarahan dan larangan. Apabila pengendalian dilakukan agar anak beraksi atau melakukan tindakan tertentu, maka kalau diberikan pengarahan, berarti bahwa ibu menghendaki agar anak melakukan tindakan tertentu yang mungkin merupakan suatu permulaan atau pengalihan. Dalam kasus yang dialami oleh para ibu-ibu di Tompo Bolu ini dapat dilakukan degan cara ibu memberikan perhatian kepada anaknya, sesibuk apapun seorang ibu harus mampu memperhatikan kesehatan dan kebutuhan gizi buah hatinya. Seorang ibu harus tegas dalam mendidik anak-ankanya apalagi masalah kesehatan karena hal ini sangat urgen, oleh karena itu seorang ibu harus meluangkan sedikit waktunya untuk membuatkan bekal makanan untuk anaknya.Pengendalian secara non-verbal ini dapat dilakukan dengan sedikit variasi seperti tanda-tanda. Misalnya ibu menunjuk pada sesuatu yang harus dilakukan seperti anak dilarang jajan sembarangan, ketika anak jajan sembarangan makan ibu harus langsung menegurnya, selain itu memperlihatkan face yang berbeda seperti melotot atau marah. Otomatis setiap kali anak ingin jajan yang tidak sehat pasti akan teringat kalau ibunya akan marah.
Selain itu pola asuh orang tua juga sangat mempengaruhi tingkah laku anak-anaknya. Orang tua selalu mengharapkan agar anaknya mempunyai tingkah laku yang baik dan tumbuh berkembang secara baik. Orang tua menggunakan hadaiah atau hukuman sebagai akibat dari suatu tindakan yang telah dilakukan anak, dengan harapan agar anak mengulangi perbuatan yang tidak diharapkan jika diberi hukuman. Pola asuhan orang tua merupakan pola interaksi antar orang tua dan anak. Pola asuh ini ada tiga macam yaitu pola asuh otoriter, permisif, dan demokrasi. Dalam istilah Baumrind, pola asuh merupakan ‘parental control’ bagi anak. Kohn juga mengatakan bahwa pola asuh cara orang tua berinteraksi dengan anaknya yang didasarkan pada pemberian aturan, hadiah, hukuman, perhatian serta tanggapan (komunikasi) terhadapa komunikasi anak. Sehingga jika orang tua yang kurang mampu berkomunikasi dengan baik kepada anak atau sebaliknya berarti pola asuh yang digunakan salah atau tidak sesuai dengan karakter si anak.
Dalam masyarakat Tompo Bolu pola asuh otoriter sangat dibutuhkan. Pola asuh otoriter sendiri adalah pola asuh yang kaku terhadap perbuatan yang dilakukan anak. Anak-anak diharapkan dapat menerima peraturan-peraturan tanpa pertanyaan lebih lanjut. Teknik ini menggunakan hukuman terhadap tingkah laku yang diharapkan, dan pada umumnya tidak disertai usaha meneliti kesalahan tersebut disengaja atau tidak. Tetapi pola asuh otoriter ini tidak dilakuakn secara menyeluruh kepada anak, pola asuh otoriter ini dilakuakn ketika anak tidak patut pada perintah orang tuanya, seperti ketika anka-anak membeli makanan yang tidak sehat seperti kerupuk maka orang tua harus tegas dalam hal ini, jika anaknya membeli makanan yang tidak sehat orang tua harus member hukuman kepada anak, seperi memotong uang saku mereka, tidak memberikan uang jika anak ingin membeli makanan yang tidak sehat.
Untuk memberikan makanan yang benar pada anak usia sekolah harus dilhat dari banyak aspek seperi social, ekonomi, politik, agama, budaya, disamping dari aspek cara mendidik anak itu sendiri. Makanan untuk anak sekolah harus serasi, selaras, dan seimbang. Serasi artinya harus sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras artinya harus sesuai dengan tingkat ekonomi, social budaya, dan agama keluarga. Sedangkan seimbang adalah nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia dan jenis bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak.